www.lensautama.id – PT Investree Radhika Jaya baru-baru ini mengumumkan bahwa mereka telah menerima total 1.697 pengajuan tagihan dari berbagai lender, baik perorangan maupun badan usaha. Pengajuan ini memberi gambaran tentang struktur peminjaman yang kompleks dan tantangan yang dihadapi dalam menjaga kepercayaan pemangku kepentingan.
Di antara lender yang mengajukan tagihan, terdapat beragam peserta dari berbagai sektor, mulai dari perbankan hingga e-commerce. Pengajuan tagihan ini merupakan bagian dari proses likuidasi yang sedang berlangsung akibat isu keuangan yang berdampak signifikan pada operasional perusahaan.
Dari sektor perbankan, beberapa nama yang terlibat adalah PT Bank Raya Indonesia Tbk dan PT Bank Danamon Indonesia Tbk. Keberadaan berbagai lembaga keuangan ini menunjukkan tingkat kerumitan yang dihadapi Investree dalam menyelesaikan masalah utangnya.
Proses Verifikasi Tagihan yang Rumit dan Tantangannya
Tim likuidasi Investree menginformasikan bahwa proses verifikasi tagihan memerlukan tambahan waktu. Hal ini disebabkan oleh tingginya volume pengajuan yang masuk, dan pentingnya untuk memastikan akurasi serta validitas data yang diterima.
Kegiatan pengumpulan dan analisis data tengah berlangsung untuk menjamin konsistensi dan ketepatan informasi. Hasil verifikasi akan dilaporkan secara berkala kepada para pihak terkait untuk memberikan transparansi lebih lanjut tentang proses ini.
Pengajuan tagihan berlangsung dari 9 April hingga 8 Juni 2025, dan lender yang namanya belum terdaftar di pengumuman diminta untuk menghubungi pihak perusahaan. Ini mencerminkan komitmen Investree untuk menjaga komunikasi dengan para lender.
Skandal yang Membayangi Perusahaan dan Nasib Pendiri
Kasus dugaan pengelolaan dana yang tidak transparan menciptakan dampak jangka panjang bagi Investree. Pendiri perusahaan, Adrian Gunadi, saat ini menjadi buron, sementara kabar terbaru menunjukkan bahwa ia telah meninggalkan Indonesia untuk menjabat di sebuah entitas bisnis asing.
Adrian diketahui menjabat sebagai CEO JTA Holding di Qatar, meskipun namanya masih ada di daftar buronan Interpol. Ketidakpastian mengenai keberadaannya menambah kompleksitas situasi yang dihadapi oleh Investree.
JTA Holding dikabarkan bergerak di bidang teknologi keuangan dengan fokus pada pengembangan solusi perangkat lunak. Hal ini menunjukkan bahwa Adrian masih terlibat dalam industri yang sama meski dalam konteks yang berbeda.
Langkah-langkah OJK dan Penegakan Hukum
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengambil langkah tegas dengan mencabut izin usaha Investree pada Oktober 2024. Keputusan ini diambil setelah mengevaluasi kinerja perusahaan yang dinilai memburuk, mengganggu pelayanan kepada masyarakat, dan melanggar ketentuan peraturan.
Pencabutan izin berlandaskan pada pelanggaran berbagai ketentuan yang ada dalam POJK terkait layanan pendanaan berbasis teknologi informasi. Hal ini menandakan bahwa regulasi dalam sektor ini harus ditegakkan secara konsisten untuk melindungi kepentingan publik.
Sejak pencabutan izin, proses likuidasi dilakukan di bawah pengawasan tim yang ditunjuk untuk menangani penyelesaian hak dan kewajiban. Keterlibatan OJK dalam proses ini menunjukkan upaya mereka untuk menjaga stabilitas sektor keuangan.
Koordinasi dengan Penegak Hukum dan Masa Depan Investree
Keterangan terbaru dari OJK menyatakan bahwa mereka terus berkoordinasi dengan aparat penegak hukum terkait kasus Adrian Gunadi. Koordinasi ini termasuk upaya hukum untuk mempercepat penegakan keadilan dan transparansi dalam penyelesaian masalah ini.
Tim likuidasi juga sedang melakukan tinjauan terhadap neraca penutupan perusahaan. Proses ini penting untuk memastikan bahwa setiap langkah yang diambil memenuhi standar hukum dan etika yang berlaku.
Dengan latar belakang skandal yang berlangsung, masa depan Investree tampaknya berada pada titik kritis. Ketidakpastian ini mempengaruhi kepercayaan stakeholder dan masa depan industri peer-to-peer lending di Indonesia.