Jakarta – Aplikasi pesan Telegram kini telah menunjukkan pertumbuhan yang signifikan di kancah global. Dengan fungsionalitas mirip WhatsApp, Telegram menarik perhatian banyak pengguna dan semakin populer di tahun 2025.
Pendiri Telegram, Pavel Durov, mengumumkan bahwa per Maret 2025, aplikasinya telah mencapai 1 miliar pengguna aktif. Hal ini tentu pertanda baik, mengingat profit perusahaan juga mengalami peningkatan menjadi US$ 547 juta sepanjang tahun lalu.
Meskipun demikian, penggunaan WhatsApp masih berada di posisi teratas dengan lebih dari 2 miliar pengguna aktif dan diperkirakan akan mencapai 3 miliar pada akhir tahun ini.
Durov mengkritik WhatsApp sebagai layanan yang berusaha meniru inovasi yang diperkenalkan oleh Telegram, dengan menyebutkan, “WhatsApp berupaya mengikuti kami dengan menghabiskan miliaran dolar untuk kampanye lobi demi memperlambat pertumbuhan kami.” Durov menambahkan bahwa meskipun terdapat tekanan tersebut, Telegram tetap bertahan dan bahkan menghasilkan keuntungan lebih.
Data dari DemandSage menunjukkan bahwa sekitar 10 juta pengguna telah berlangganan layanan berbayar Telegram Premium. India memimpin dalam jumlah pengguna, dengan kontribusi mencapai 45% dari total pengguna, sementara hanya 9% berasal dari AS.
Dari sisi demografis, 53,2% pengguna Telegram berusia antara 25 hingga 44 tahun, dan lebih banyak pria yang menggunakan aplikasi ini dibandingkan wanita, dengan perbandingan 58% berbanding 42%. Rata-rata, pengguna menghabiskan waktu 3 jam 45 menit per bulan di aplikasi Telegram, yang masih jauh di bawah durasi penggunaan WhatsApp yang mencapai 17 jam 6 menit per bulan.
Dalam suatu pernyataan pada tahun lalu, Durov mengungkapkan bahwa perusahaan menghadapi banyak tekanan dari berbagai negara untuk membatasi jenis informasi yang dapat dipertukarkan. Situasi semakin memanas ketika Durov ditangkap di Prancis pada Agustus 2024 dengan tuduhan yang berkaitan dengan penyebaran konten ilegal pada platform mereka.
Setelah ditahan selama beberapa waktu, Durov dibebaskan dengan syarat dan harus membayar uang jaminan sebesar 5 juta euro. Peristiwa tersebut mendorong Telegram untuk meningkatkan moderasi konten di platform mereka, meskipun Durov tetap menekankan pentingnya netralitas platform dalam menghadapi konflik geopolitik.
Selama invasi Rusia ke Ukraina pada tahun 2022, Telegram menjadi salah satu sumber berita yang menyediakan informasi tanpa sensor. Namun, di balik itu, banyak konten disinformasi juga ditemukan di platform tersebut. Durov menegaskan bahwa sistem enkripsi Telegram melindungi privasi pengguna dari intervensi pemerintah.
Dia pernah mengungkapkan, “Saya lebih memilih kebebasan daripada tunduk pada perintah siapa pun,” yang menunjukkan komitmennya terhadap privasi pengguna. Namun, di tengah tekanan yang datang dari pemerintah, Durov juga menyebutkan tantangan yang lebih besar berasal dari pesaingnya, khususnya perusahaan besar seperti Apple dan Alphabet.
Kedua perusahaan tersebut memiliki kemampuan untuk menyensor konten dan mengakses data pengguna di smartphone mereka, yang membuat Durov khawatir tentang kebebasan berpendapat dan berekspresi di platform yang mereka jalankan.
Walau menghadapi berbagai tantangan dan persaingan, Telegram terus berusaha untuk tumbuh dan memperkuat posisinya di pasar aplikasi pesan. Dengan menekankan privasi dan keberagaman dalam layanan, Telegram tetap menjadi alternatif menarik bagi pengguna di seluruh dunia.
(dce)