Jakarta – Salah satu topik hangat yang belakangan mengemuka adalah rumor mengenai kemungkinan akuisisi PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk oleh Grab. Hal ini menarik perhatian banyak kalangan, terutama ekonom, mengingat GOTO merupakan unicorn asli Indonesia yang tersisa. Banyak yang merasa bahwa akuisisi ini akan membawa dampak signifikan terhadap ekosistem ekonomi digital di tanah air.
Seorang analis, Piter Abdullah dari Segara Research Institute, mengungkapkan rasa prihatin terhadap kemungkinan akuisisi ini. “Agak sedih kalau diakuisisi Grab. Namanya saja Karya Anak Bangsa. Unicorn ini menjadi simbol kebanggaan kita,” ujarnya. Pandangannya mencerminkan keinginan masyarakat untuk melihat perusahaan-perusahaan Indonesia berhasil mandiri dan berkembang tanpa harus bergantung pada investor asing.
Dari perspektif kebijakan, peran pemerintah dalam proses ini sangat penting. Piter menegaskan bahwa jika GOTO diambil alih oleh Grab, itu bukanlah berita yang baik bagi industri teknologi dalam negeri. “Pemerintah perlu melibatkan diri lebih aktif dalam aksi korporasi ini,” tegasnya, menandakan bahwa pengawasan dari otoritas negara bisa menjadi penyeimbang dalam persaingan bisnis yang semakin ketat.
Kabarnya, kesepakatan akuisisi antara Grab dan GoTo diperkirakan akan rampung pada kuartal kedua tahun 2025. Dari laporan yang beredar, GoTo dikatakan bersedia untuk melepas beberapa unit bisnisnya kepada Grab, dengan pengecualian untuk sektor finansial. Tentu saja, langkah ini mengindikasikan bahwa Grab berusaha untuk memperluas pangsa pasarnya di Indonesia, yang dikenal sebagai pasar yang sangat menjanjikan untuk layanan digital.
Sejumlah media internasional melaporkan bahwa Grab sudah mulai merekrut penasihat untuk mendampingi proses akuisisi ini. Namun, kesepakatan final masih tergantung pada penyiapan pendanaan yang diperlukan. Terdapat informasi bahwa Grab telah berkomunikasi dengan beberapa lembaga keuangan sebagai langkah awal dalam memperoleh dana akuisisi.
Meskipun manajemen GOTO memberikan klarifikasi tentang rumor ini, mereka tidak menyebutkan detail spesifik. Mereka mengakui bahwa perusahaan sering menerima tawaran dari berbagai pihak. Hal ini menunjukkan bahwa GOTO memiliki banyak peminat yang melihat potensi bisnis yang besar dalam ekosistem digital Indonesia.
Piter juga menyoroti bahwa akuisisi ini bisa berpotensi menciptakan atmosfer monopoli di pasar. Kedua perusahaan beroperasi di ranah yang sama, sehingga ada kemungkinan munculnya dominasi pasar yang merugikan baik bagi mitra bisnis maupun konsumen. “Jika monopolistik ini terjadi, dampaknya bisa sangat merugikan. Oleh karena itu, perlu ada pengawasan yang ketat untuk menjaga kelangsungan bisnis yang sehat,” tambahnya.
Melihat dinamika yang ada, industri digital Indonesia berada di persimpangan jalan. Diperlukan langkah strategis yang bijaksana untuk memastikan bahwa nilai-nilai lokal tetap terjaga dalam perkembangan bisnis yang semakin global. Transformasi digital menjadi hal yang tak terhindarkan, namun alangkah baiknya jika ditopang oleh regulasi yang pro terhadap perusahaan-perusahaan lokal.