www.lensautama.id – Kredit macet di sektor pinjaman online atau P2P lending di Indonesia menunjukkan tren yang mengkhawatirkan. Saat ini, data terbaru mencatat bahwa setidaknya ada 23 penyelenggara pinjaman yang mengalami tingkat wanprestasi atau TWP 90 hari lebih dari 5%, melebihi ambang batas yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Menurut Peraturan OJK No 10/POJK.05/2022, suatu pendanaan dianggap macet jika terjadi keterlambatan dalam pembayaran pokok dan manfaat ekonomi selama lebih dari 90 hari kalender. Hal ini menunjukkan tantangan serius baik bagi peminjam maupun penyedia layanan pinjaman.
Kepala Eksekutif Pengawasan Lembaga Pembiayaan OJK, Agusman, menjelaskan bahwa apabila penyelenggara pinjaman online mencapai ambang batas TWP tersebut, langkah pembinaan melalui surat resmi dan rencana aksi akan diterapkan oleh OJK. Ini bertujuan untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan yang ada.
Namun, penagihan utang menjadi momok menakutkan bagi nasabah yang gagal bayar. Teror dari debt collector, baik yang berkaitan langsung dengan penyelenggara pinjaman maupun pihak ketiga, sering kali terjadi, terutama jika utang tidak segera dilunasi.
Mekanisme Pinjaman dan Akibat Keterlambatan Pembayaran
Merujuk pada peraturan OJK, tidak ada ketentuan tersurat mengenai tenggat waktu penagihan bagi penyelenggara pinjaman online. Penagihan bisa dilakukan secara berkelanjutan meskipun utang belum lunas, dan kondisi ini sering kali membuat nasabah merasa tertekan.
Setelah melewati batas 90 hari, utang tidak diakui lunas, dan nasabah dapat mengalami konsekuensi hukum. Nasabah yang gagal bayar akan dilaporkan kepada OJK melalui Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK), yang berpengaruh pada kemampuan mereka untuk mengajukan pinjaman di masa mendatang.
Bunga pinjaman juga tetap berjalan dan akan terus meningkat sesuai ketentuan yang berlaku. Bunga pinjaman online legal dapat mencapai 0,4% per hari, dan untuk pinjaman produktif, bunga berkisar antara 12% hingga 24% per tahun.
Batasan Penagihan dan Perlindungan Konsumen
Walaupun penyelenggara pinjaman berhak menagih, penting untuk diingat bahwa mereka juga terikat oleh aturan yang berlaku. Menurut OJK, penagihan harus dilakukan dengan cara yang tidak melanggar norma dan tidak mengintimidasi nasabah.
Aturan ini menyatakan bahwa penagihan harus dilakukan sesuai dengan waktu dan tempat yang ditentukan, yaitu pada hari kerja antara pukul 08.00 hingga 20.00. Penagihan di luar waktu tersebut hanya boleh dilakukan dengan persetujuan dari nasabah.
Kepala Eksekutif Pengawas Jasa Keuangan mengingatkan pentingnya tanggung jawab konsumen dalam melakukan pembayaran. Edukasi mengenai kewajiban ini terus dilakukan untuk mengurangi risiko penagihan yang berlebihan.
Langkah Proaktif bagi Nasabah Gagal Bayar
Jika konsumen menghadapi kesulitan dalam melakukan pembayaran, ada baiknya untuk proaktif dalam meminta restrukturisasi pinjaman ke penyedia layanan. Namun, keputusan akhir tetap berada di tangan perusahaan keuangan.
Pihak OJK juga menekankan bahwa mereka tidak akan melindungi konsumen yang beritikad buruk dan mengabaikan kewajiban pembayaran mereka. Kunci utama adalah komunikasi terbuka antara konsumen dan penyelenggara pinjaman.
Dengan pendekatan yang tepat, nasabah dapat menghindari teror dari debt collector dan mengatasi masalah keuangan secara lebih baik. Pendekatan proaktif ini tentu akan memberikan solusi yang lebih efektif dibandingkan menunggu hingga situasi semakin buruk.