www.lensautama.id – Pasar barang mewah kian menggeliat dengan munculnya fenomena penjualan tas Birkin oleh para reseller. CEO Hermès, Axel Dumas, mengungkapkan kekhawatirannya terkait fenomena ini yang dianggapnya sebagai ancaman bagi pengalaman pelanggan setia perusahaan.
Tas Birkin, yang dikenal sebagai simbol status tinggi, kini menjadi incaran para reseller yang membeli di butik untuk dijual kembali dengan margin keuntungan yang menggiurkan. Dumas menilai hal ini mengganggu interaksi dengan pelanggan loyal yang sebenarnya.
Dalam pertemuan dengan para investor yang berlangsung baru-baru ini, Dumas menekankan bahwa para reseller yang disebutnya sebagai “pelanggan palsu” telah mengubah dinamika pasar dan menghalangi Hermès dalam memberikan pengalaman terbaik bagi para pelanggannya.
Ia mengatakan, “Ada pelanggan palsu yang datang ke toko kami untuk membeli, menjual kembali, dan mereka menghalangi kami untuk melayani pelanggan kami yang sebenarnya. Hal ini sungguh mengkhawatirkan bagi kami.” Dumas menekankan bahwa ia sama sekali tidak senang melihat tas-tas baru dijual dengan harga yang jauh lebih tinggi di pasar barang bekas.
Tas Birkin bisa mencapai harga luar biasa, hingga US$ 12.000 atau bahkan lebih dari itu. Ketenarannya tak lepas dari perhatian selebritas yang mengenakannya, membuatnya semakin sulit diakses oleh masyarakat umum.
Dilema antara Eksklusivitas dan Permintaan pasar
Popularitas tas Birkin, Kelly, dan Constance telah memberikan dampak positif terhadap penjualan Hermès. Perusahaan melaporkan peningkatan penjualan sebesar 9% dalam kuartal II-2025, yang didorong oleh daya tarik tas-tas mewah ini.
Kenaikan penjualan tersebut juga mencerminkan bagaimana tas-tas tersebut menjadi lebih dari sekadar alat fungsional, tetapi juga sebagai simbol status yang kuat. Dengan begitu banyak orang yang mendambakan kepemilikan tas Birkin, resellernya pun melihat peluang emas di sini.
Proses produksi terbatas dan ketentuan ketat dari Hermès dalam penjualan tas Birkin berkontribusi pada tingginya harga di pasar sekunder. Hal ini menciptakan peluang untuk reseller untuk menjual kembali tas-tas eksklusif ini dengan harga yang jauh lebih tinggi.
Pangsa pasar yang menguntungkan bagi reseller
Pasar sekunder menjadi semakin gemerlap dengan penjualan tas Birkin yang telah menginspirasi banyak reseller untuk terjun ke dalam bisnis ini. Mereka tidak hanya menjual tas, tetapi juga jenis barang-barang mewah lainnya yang dicari banyak orang.
Sebagai contoh, tas Birkin yang dimiliki oleh mendiang aktris Jane Birkin berhasil terjual di Sotheby’s Paris dengan harga mencapai US$ 10 juta. Peristiwa ini membuktikan tingginya nilai kolektibilitas tas tersebut di kalangan pencinta barang mewah.
Walaupun penjualan yang luar biasa ini menciptakan keuntungan bagi Hermès, di sisi lain, Dumas merasa pertumbuhan ini juga membawa konsekuensi negatif. Ia tetap berusaha menjaga nilai eksklusivitas tas tersebut tanpa kehilangan loyalitas pelanggan yang sebenarnya.
Kritik terhadap barang tiruan dan dampaknya
Dalam konteks kesulitan ini, Dumas tak ragu menyampaikan kritiknya terhadap produk tiruan. Ia menyebutkan bahwa tindakan memproduksi barang tiruan seperti tas Birkin yang dijual dengan harga jauh lebih murah hanya mencuri ide kreatif orang lain.
Salah satu contoh mencolok adalah ketika Walmart meluncurkan produk tiruan yang dinamakan “Wirkin” dengan harga yang sangat terjangkau, mengundang reaksi negatif dari Dumas dan pelanggan setia Hermès. Ia menganggap keberadaan produk tiruan tersebut merusak citra eksklusifitas yang telah dibangun selama bertahun-tahun.
“Membuat salinan seperti ini sungguh menjijikkan-itu mencuri ide kreatif orang lain,” ujar Dumas dengan tegas. Pernyataan ini menunjukkan betapa seriusnya Hermès dalam mempertahankan kualitas dan nilai produknya di tengah persaingan yang semakin ketat.