www.lensautama.id – Raksasa e-commerce asal China, Shein, kembali menjadi sorotan publik setelah terlibat dalam skandal yang merugikan konsumen. Setelah upaya untuk masuk ke pasar Indonesia ditolak, kini Shein dihadapkan pada denda besar akibat praktik penipuan di Prancis, yang menunjukkan bahwa tantangan hukum yang dihadapinya tidak sedikit.
Denda sebesar 40 juta euro atau sekitar Rp767 miliar dijatuhkan oleh otoritas antimonopoli Prancis. Penjatuhan denda ini terjadi setelah sebuah investigasi mendalam yang mengungkap praktik diskon palsu yang diterapkan oleh Shein melalui entitasnya, Infinite Style E-Commerce Co Ltd (ISEL).
Penyelidikan yang berlangsung hampir satu tahun ini menunjukkan bahwa Shein melakukan praktik yang dianggap merugikan konsumen terutama berkaitan dengan cara mereka mengiklankan diskon. Penetapan harga yang tidak transparan ini dapat memicu kerugian yang signifikan bagi konsumen yang terjebak dalam kebohongan harga palsu.
Kebijakan Diskon Palsu dan Penyalahgunaan Regulasi
Menurut hukum yang berlaku di Prancis, diskon yang ditawarkan harus mengacu pada harga terendah selama 30 hari terakhir. Namun fakta memperlihatkan bahwa Shein justru menaikkan harga terlebih dahulu sebelum memberikan potongan, menambah kesulitan dalam menilai harga sebenarnya di pasar.
Hasil penyelidikan mencengangkan, di mana 57% dari diskon yang diiklankan dianggap tidak valid. Tidak hanya itu, 19% dari diskon yang diberikan bahkan lebih kecil dari yang seharusnya, mengindikasikan adanya praktik manipulasi harga yang sistematis. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang etika perusahaan dalam meretakan kepercayaan konsumen.
Selain itu, 11% dari produk mengalami kenaikan harga yang kemudian dipasarkan sebagai diskon, menambah kompleksitas dalam isu ini. Praktik semacam ini dapat merugikan tidak hanya konsumen tetapi juga pelaku pasar yang menjalankan bisnis dengan cara yang adil dan transparan.
Reaksi Shein dan Implementasi Perbaikan
Setelah mendapatkan peringatan dari regulator Prancis pada Maret 2024, Shein mengklaim telah melakukan sejumlah perbaikan untuk mematuhi hukum yang ada. Namun, meskipun terdapat pengakuan tentang kesalahan, denda tetap dijatuhkan karena kerugian yang ditimbulkan dianggap cukup besar.
Paradigma Shein dalam melakukan bisnis melalui diskon yang menyesatkan menunjukkan tantangan yang lebih besar dalam industri e-commerce. Konsumen yang mengandalkan kejelasan harga berisiko menghadapi kerugian finansial ketika perusahaan tidak transparan dalam praktiknya.
Upaya Shein untuk memperbaiki citra perusahaan pasca-skandal ini akan menjadi perhatian publik. Dengan tekanan dari regulator dan ekspektasi konsumen yang meningkat untuk transparansi, kesuksesan langkah perbaikan tersebut tidak hanya bergantung pada kebijakan internal, tetapi juga pada bagaimana mereka mengelola hubungan dengan konsumen di masa mendatang.
Penolakan Operasional Shein dan Dampak Terhadap UMKM Lokal
Sebelum terjebak dalam kontroversi di Prancis, Shein juga mengalami penolakan untuk beroperasi di Indonesia. Pemerintah Indonesia mengambil langkah tegas dengan melarang pendatang baru seperti Shein dan Temu beroperasi dalam pasar lokal. Penolakan ini berakar pada kekhawatiran terhadap dampak negatif yang dirasakan oleh pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Model bisnis yang diterapkan oleh Shein, yang menghilangkan perantara dalam distribusi dan menjual produk langsung dari pabrik ke konsumen, membuat harga menjadi sangat murah. Namun, hal ini berdampak serius bagi UMKM lokal yang tidak mampu bersaing. Tindakan pemerintah ini bertujuan untuk melindungi ekosistem usaha kecil di dalam negeri.
Semangat untuk melindungi UMKM di Indonesia sangat penting. Pasar yang dipenuhi dengan pemain besar dari luar negeri dapat mengecilkan peluang bagi usaha kecil yang sudah ada, serta mengancam keberlangsungan ekonomi lokal. Oleh karena itu, penolakan Shein juga merupakan langkah strategis untuk menciptakan kompetisi yang lebih adil di pasar.
Tren Internasional dan Respons Terhadap Perusahaan Besar
Popularitas Shein dan Temu tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di Amerika Serikat. Kekuatan harga yang rendah menjadi daya tarik utama bagi konsumen, tetapi kebijakan perdagangan baru yang diberlakukan di bawah administrasi mantan Presiden Donald Trump berpotensi menggoyahkan keberadaan mereka.
Kebijakan tarif resiprokal membawa tantangan bagi perusahaan asing yang berusaha masuk pasar Amerika Serikat. Para konsumen kini lebih sadar dan kritis terhadap praktik bisnis yang merugikan, mendorong perusahaan untuk mengadopsi model yang lebih etis dalam operasional mereka.
Kesadaran ini menjadi cermin bagi perusahaan besar seperti Shein untuk beradaptasi dengan kebutuhan konsumen. Tanpa adanya transparansi dan etika dalam metode penetapan harga, tidak hanya reputasi mereka yang berisiko, tetapi juga keberlangsungan operasional di berbagai pasar yang semakin kompetitif.