Jakarta – Kesepakatan baru antara pemerintahan AS dan China menciptakan kondisi yang lebih stabil dalam perdagangan internasional, khususnya terkait tarif barang. Dalam kesepakatan tersebut, kedua negara sepakat untuk menunda peningkatan tarif yang sebelumnya sangat tinggi. Barang impor dari China ke AS kini hanya dikenakan tarif sebesar 30%, suatu penurunan signifikan dari tarif awal yang mencapai 145%. Sebaliknya, barang-barang dari AS yang masuk ke China juga mengalami penurunan tarif, kini menjadi 10% dari sebelumnya 125%.
Reaksi positif segera muncul di pasar setelah pengumuman ini. Saham-saham besar, terutama dalam industri teknologi, menunjukkan tren peningkatan yang stabil. Perusahaan-perusahaan yang sebelumnya tertekan kini mulai kembali mengoptimalkan operasional mereka. Hal ini tentu memberikan angin segar untuk sektor bisnis yang sangat bergantung pada rantai pasokan global.
Contoh nyata dari dampak positif ini dapat dilihat pada Tesla, perusahaan otomotif listrik yang terkenal dan dipimpin oleh Elon Musk. Dengan ketergantungan yang cukup besar terhadap suplai komponen dari China, Tesla memanfaatkan periode 90 hari yang diberikan untuk mempercepat pengiriman kembali komponen yang diperlukan guna mendukung produksi model terbaru mereka.
Informasi yang diperoleh mengindikasikan bahwa Tesla sudah merencanakan untuk memulai pengiriman komponen dari China, yang diperlukan untuk produksi Cybercab dan Semi truk, mulai akhir bulan ini. Sebelumnya, Tesla sempat menghentikan rencana pembelian komponen dari China setelah tarif 145% diumumkan. Keputusan tersebut berpotensi merugikan rencana produksi massal model-model terbaru Tesla.
Tentunya, penting untuk dicatat bahwa meskipun kesepakatan ini memberikan harapan, kondisi politik yang dinamis disertai dengan ketidakpastian dari pemerintah AS tetap menjadi faktor yang harus diperhatikan. Ketidakpastian semacam ini dapat memengaruhi keputusan strategis yang diambil oleh perusahaan-perusahaan, termasuk Tesla.
Tesla sendiri merencanakan untuk menguji produksi dua model baru mereka pada bulan Oktober, dengan target untuk mulai produksi massal pada tahun 2026. Model Cybercab direncanakan akan diproduksi di Texas, sedangkan Semi truk akan diproduksi di Nevada. Pihak Tesla juga tengah bekerja untuk mendapatkan izin dari pemerintah AS agar dapat meluncurkan layanan taksi otomatis menggunakan armada Cybercab yang tidak memerlukan pengemudi manusia.
Peluncuran konsep Cybercab pada Oktober 2024 dan rencana produksi yang dijadwalkan untuk 2026 menunjukkan komitmen Tesla dalam inovasi dan teknologi masa depan. Dengan harga yang direncanakan kurang dari USD 30,000, tentu ini menjadi penawaran menarik bagi konsumen di pasar yang semakin kompetitif.
Selain itu, Tesla juga berupaya untuk mempercepat proses produksi Semi truk dan memenuhi pesanan dari sejumlah konsumen besar, salah satunya PepsiCo. Pada dasarnya, tarif tinggi yang diberlakukan sebelumnya oleh pemerintahan AS dimaksudkan untuk mendukung industri domestik, tetapi dalam praktiknya justru menyulitkan perusahaan-perusahaan yang selama ini mengandalkan produksi dari China.
Elon Musk telah beberapa kali menekankan pentingnya perdagangan bebas dan menyuarakan ketidaksetujuannya terhadap kebijakan tarif tinggi. Dalam laporan tahunan yang dibagikan bulan lalu, Musk bahkan mengungkapkan bahwa dirinya telah mengusulkan agar tarif yang dikenakan lebih rendah, meskipun keputusan final tetap berada di tangan pemerintah.
Di sisi lain, CFO Tesla, Vaibhav Taneja, mencatat bahwa tarif yang tinggi sangat berpengaruh terhadap rencana investasi modal perusahaan karena mereka harus mengimpor peralatan dari luar AS untuk memperluas lini produksi dalam negeri. Dengan banyaknya tantangan yang dihadapi, Tesla berupaya untuk tetap bersaing dan beradaptasi dengan perkembangan pasar global.