www.lensautama.id – Kekurangan tenaga medis di Indonesia terus menjadi tantangan serius yang memengaruhi kualitas layanan kesehatan. Dengan meningkatnya permintaan akan layanan kesehatan yang lebih baik, situasi ini berdampak langsung pada waktu tunggu pasien dan distribusi dokter yang tidak merata, menambah perjuangan pasien dalam mendapatkan perawatan yang tepat waktu.
Dalam laporan terbaru mengenai indeks kesehatan masa depan, terungkap bahwa 77% pasien di Indonesia mengalami waktu tunggu yang lama untuk bertemu dokter spesialis. Tragisnya, satu dari dua pasien melaporkan kondisi kesehatannya memburuk akibat keterlambatan penanganan, sementara 45% dari mereka harus dirawat inap di rumah sakit.
Teknologi, khususnya kecerdasan buatan (AI), diharapkan menjadi solusi terhadap permasalahan ini. Meskipun demikian, kehadiran AI bukan tanpa tantangan dan harus diimbangi dengan kepercayaan dari pasien dan tenaga medis.
“Teknologi bisa meningkatkan efisiensi dan membantu deteksi dini, tetapi jika tidak dipercaya oleh pasien atau dokter, adopsi teknologi tersebut tidak akan optimal,” ungkap seorang pakar dalam media briefing baru-baru ini.
Pemerintah juga aktif mengambil langkah dalam memanfaatkan teknologi ini. Mereka sudah membentuk kelompok kerja lintas sektor yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan untuk mengembangkan penggunaan AI dalam sistem kesehatan.
Peran Kecerdasan Buatan dalam Dunia Kesehatan
Pengembangan AI dalam bidang kesehatan fokus pada beberapa aplikasi, antara lain analisis citra medis, pengobatan genomik, dan sistem konsultasi berbasis chatbot. Misalnya, AI untuk deteksi penyakit paru-paru telah ada dan diharapkan mampu meningkatkan kecepatan dan akurasi triase pasien.
Direktur salah satu rumah sakit rujukan nasional menyatakan bahwa AI telah diterapkan di berbagai lini layanan diagnostik di institusinya. Dengan kecanggihan teknologi tersebut, mereka dapat memantau kesehatan pasien secara terus-menerus dan mendapatkan diagnosa lebih cepat dan akurat.
Namun, penerapan teknologi ini tidak lepas dari tantangan, termasuk kepercayaan pasien terhadap data dan alat yang digunakan. Edukasi kepada pasien menjadi sangat penting agar mereka memahami perlunya transparansi dalam penggunaan teknologi kesehatan.
Setiap harinya, rumah sakit tersebut mengadakan sesi edukasi untuk pasien dan keluarganya mengenai penggunaan AI dalam diagnosis dan pengobatan. Penting untuk memastikan bahwa pasien tetap merasakan kehadiran dokter dalam proses pengambilan keputusan.
Investasi dalam Teknologi: Dilema untuk Rumah Sakit Swasta
Sementara rumah sakit pemerintah mulai beradaptasi dengan teknologi, rumah sakit swasta menghadapi tantangan tersendiri dalam memilih teknologi yang tepat. Beberapa pemimpin rumah sakit mengungkapkan kebingungan dalam investasi AI dibandingkan alat diagnostik konvensional.
Misalnya, saat membeli alat MRI, bentuk dan fungsinya jelas. Namun, dengan AI, keputusan dapat berisiko jika teknologi yang dipilih tidak sesuai. Para pemimpin rumah sakit perlu hati-hati dan melakukan riset sebelum berinvestasi dalam teknologi kesehatan.
Beberapa rumah sakit swasta telah mulai menerapkan deep learning untuk meningkatkan hasil pemindaian dan memperkenalkan sistem alarm otomatis. Namun, penting untuk diingat bahwa AI tidak dapat menggantikan sentuhan manusia, terutama dalam situasi kritis.
Dokter dan perawat tetap harus mengambil peran aktif dalam proses perawatan, memastikan bahwa teknologi digunakan untuk mendukung bukan menggantikan kehadiran mereka. Misalnya, dokter harus memahami bagaimana teknologi berfungsi dan bagaimana mengintegrasikannya dalam praktik sehari-hari.
Pentingnya Kepercayaan dalam Adopsi Teknologi Kesehatan
Dari laporan yang ada, meskipun banyak tenaga medis optimis bahwa AI dapat meningkatkan layanan, ada ketidakpastian mengenai kecocokan alat yang digunakan. Banyak tenaga medis juga merasakan beban administratif yang berlebihan, mengganggu interaksi mereka dengan pasien.
Masalah dalam manajemen waktu dan pemrosesan dokumen menyebabkan banyak dokter kehilangan cukup waktu berharga dengan pasien. Diperlukan sebuah sistem yang dapat mendesain ulang proses ini agar lebih manusiawi dan efisien.
Untuk membangun kepercayaan dalam adopsi teknologi, perlu ada pelatihan yang berkesinambungan serta sistem keamanan data yang dapat dijamin. Keterlibatan pemimpin rumah sakit juga sangat vital untuk menciptakan lingkungan yang mendukung penggunaan AI dalam tindakan medis.
“Fondasi dari semua ini adalah kepercayaan. Tanpa itu, teknologi yang diadopsi hanya akan menjadi proyek tanpa dampak nyata,” ujar seorang pakar, yang menegaskan pentingnya pendekatan yang inklusif dalam transformasi digital di bidang kesehatan.