Jakarta– Ketua Komisi XI DPR, Mukhamad Misbakhun, mengangkat suara kritis mengenai penurunan peringkat oleh lembaga pemeringkat internasional terhadap saham dan utang Indonesia. Menurutnya, keputusan ini tidak berlandaskan analisis mendalam, melainkan hanya terpengaruh oleh isu sentimen yang berkaitan dengan program pemerintah saat ini.
Menurut Misbakhun, penilaian tersebut menciptakan dampak negatif yang tidak adil, mengingat berbagai perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) menunjukkan kinerja yang mengesankan. Ia mencontohkan Bank Rakyat Indonesia (BBRI), yang mencapai laba tertinggi, namun mengalami penurunan harga saham akibat keputusan tersebut.
Pengamatan ini tidak hanya berlaku untuk BBRI. Beberapa bank BUMN lainnya juga merasakan dampak serupa, tertekan oleh penilaian buruk yang berdasarkan pada faktor eksternal, bukan kondisi fundamental perusahaan yang sebenarnya kuat.
Kembali ke awal tahun ini, lembaga sekelas Morgan Stanley membuat keputusan mengejutkan dengan menurunkan peringkat saham Indonesia dalam indeks Morgan Stanley Capital International (MSCI) dari kategori equal-weight menjadi underweight. Dalam laporannya, mereka menyebut penurunan ini seiring dengan pesimisme terhadap pertumbuhan ekonomi domestik dan tekanan yang dihadapi oleh profitabilitas sektor-sektor tertentu.
Selang tak lama, Goldman Sachs mengikuti jejak yang sama dengan menurunkan peringkat saham Indonesia dari overweight menjadi market weight. Mereka juga mengubah rekomendasi atas surat utang yang diterbitkan oleh BUMN dengan tenor 10 hingga 20 tahun menjadi neutral, padahal surat utang tersebut sebelumnya menjadi incaran para manajer investasi global.
Penurunan peringkat ini mencerminkan kekhawatiran di kalangan investor asing yang muncul setelah pemerintah mengeluarkan berbagai inisiatif yang dianggap berpotensi menaikkan defisit anggaran. Misbakhun dengan tegas menegaskan bahwa kondisi fiskal Indonesia tetap terjaga, terlepas dari keputusan lembaga-lembaga asing yang melukai kepercayaan pasar.
“Perubahan rating ini memberikan dampak langsung terhadap sentimen di pasar utang. Padahal pemerintah selalu memenuhi kewajiban utangnya tanpa pernah telat sekalipun, bahkan dalam masa-masa sulit seperti krisis,” jelas Misbakhun.
Ia mendorong semua pihak untuk tidak membiarkan persepsi negatif dari luar mempengaruhi penilaian terhadap fundamental ekonomi Indonesia yang terus stabil. Menurutnya, keberhasilan dalam mempertahankan kemampuan membayar utang sekaligus menjaga pertumbuhan ekonomi menunjukkan bahwa pijakan ekonomi Indonesia masih kuat dan berpotensi untuk berkembang.
Oleh sebab itu, sikap optimis harus dipertahankan di tengah berbagai tantangan yang ada. Misbakhun percaya bahwa dengan kerjasama yang baik serta kebijakan yang tepat, Indonesia akan mampu menghadapi tantangan yang ada dan kembali menuju jalur pertumbuhan yang positif.