www.lensautama.id – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam sebuah pernyataan baru-baru ini menekankan, kondisi perekonomian pada tahun 2026 diharapkan tidak akan lebih baik dibandingkan dengan tahun 2025. Ia memaparkan hal ini berdasarkan analisis terhadap meningkatnya ketidakpastian akibat konflik geopolitik yang melanda berbagai negara.
Dalam penilaian Sri Mulyani, konflik yang berkepanjangan, mulai dari perang tarif hingga ketegangan bersenjata, telah mengakibatkan lonjakan yang signifikan dalam indeks ketidakpastian kebijakan perdagangan, dari angka awal 1.000 menjadi hampir 8.000. Hal ini juga tercermin dari meningkatnya Indeks Volatilitas (VIX) di pasar keuangan, seiring dengan berbagai ketegangan global yang terus berlangsung.
“Ini yang kita pastikan di 2026 tidak menurun. Dinamika yang ada menunjukkan bahwa bukan hanya stabil, malah justru akan meningkat,” jelasnya dalam rapat kerja di Badan Anggaran DPR, Jakarta.
Analisis Terkait Ketidakpastian Ekonomi Global
Meningkatnya ketidakpastian ekonomi juga terlihat dari pengeluaran anggaran pertahanan negara-negara besar. Sri Mulyani menggarisbawahi bahwa negara-negara yang terlibat dalam NATO mengumumkan peningkatan anggaran pertahanan mereka sebagai respons terhadap situasi global yang semakin tidak aman.
Salah satu indikator yang menonjol adalah keputusan NATO untuk menaikkan anggaran pertahanan dari 2% menjadi 5% dari Produk Domestik Bruto (PDB) mereka. Hal ini menunjukkan kesadaran akan pentingnya mempertahankan keamanan di tengah situasi global yang bergejolak.
Bahkan, beberapa negara Eropa yang sebelumnya memiliki pengeluaran di bawah 1,5% kini terpaksa menyesuaikan dengan tuntutan untuk memperbesar anggaran pertahanan mereka. “Ini adalah konsekuensi langsung dari situasi geopolitik yang dianggap semakin tidak aman,” kata Sri Mulyani.
Pemburukan Ketegangan Geopolitik dan Dampaknya
Ketidakpastian ekonomi tidak hanya diakibatkan oleh kebijakan domestik tetapi juga intervensi global. Sri Mulyani mengungkapkan bahwa lembaga-lembaga internasional yang berfungsi sebagai mediator, seperti PBB dan WTO, semakin kurang efektif. Hal ini menyebabkan masalah-masalah yang sebenarnya bisa diselesaikan secara multilateral kini lebih sering diselesaikan dengan pendekatan bilateral.
Dia menggarisbawahi pentingnya memperhatikan perubahan ini, karena ketidakmampuan organisasi internasional untuk menyelesaikan konflik berdampak besar pada stabilitas ekonomi. Ketika konflik dagang diselesaikan secara bilateral, ketidakpastian dan volatilitas akan meningkat, sekaligus mengganggu stabilitas ekonomi global.
“Tanpa adanya kepastian dari prosedur mekanisme dan aturan yang jelas, pasar akan semakin fluktuatif,” tandasnya. Keterbatasan lembaga-lembaga ini menunjukkan perlunya reformasi untuk dapat menghadapi tantangan masa kini dan mendatang.
Pentingnya Kerjasama Internasional di Tengah Ketidakpastian
Dalam menghadapi masalah yang ada, Sri Mulyani mendorong pentingnya kerjasama internasional yang lebih kokoh. Ia menekankan bahwa negara-negara perlu kembali ke meja perundingan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Dimana dialog dan diplomasi harus menjadi jalan utama untuk mencapai kesepakatan global.
Kerjasama ini diperlukan bukan hanya untuk kepentingan keamanan, tetapi juga untuk stabilitas ekonomi. Dengan saling mendengarkan dan memahami kepentingan bersama, negara-negara bisa menemukan jalan tengah yang saling menguntungkan, daripada mendorong pada kebijakan yang kontraproduktif.
“Hanya dengan kerjasama, kita dapat mengurangi situasi tidak pasti ini dan menciptakan lingkungan yang lebih stabil bagi perdagangan dan investasi global,” ungkapnya. Dialog inklusif di tingkat internasional menjadi langkah strategis untuk meredakan ketegangan yang ada.
Perspektif Jangka Panjang untuk Ekonomi Indonesia
Melihat kondisi ini, Sri Mulyani meyakini bahwa Indonesia harus tetap waspada dan beradaptasi terhadap perubahan lingkungan global. Kebijakan ekonomi yang responsif dan adaptif menjadi hal yang sangat penting untuk menjaga stabilitas dalam negeri terhadap gejolak yang mungkin terjadi di luar.
Ke depan, Indonesia perlu memfokuskan pada penguatan ketahanan ekonomi domestik. Hal ini dapat dicapai melalui pengembangan sektor-sektor furktif yang mampu mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Investasi di bidang riset dan inovasi juga menjadi kunci untuk meningkatkan daya saing di pasar global.
Tantangan demi tantangan yang muncul dari ketidakpastian global harus dihadapi dengan kesiapan. Di sisi lain, pemerintah perlu memastikan bahwa kebijakan luar negeri dan perdagangan selaras dengan kepentingan nasional. “Strategi yang jelas akan membantu kita menghadapi dinamika global yang selalu berubah,” tutupnya.