www.lensautama.id – Jakarta, PT Kereta Api Indonesia (Persero) mencatatkan laba tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk hingga semester pertama tahun 2025 mencapai Rp 1,17 triliun. Ini mencerminkan kenaikan sebesar 6,3% dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2024 yang hanya mencapai Rp 1,10 triliun.
Pendapatan KAI menunjukkan pertumbuhan meskipun hanya sedikit, dengan total pendapatan meningkat 0,7% dari Rp 16,71 triliun menjadi Rp 16,84 triliun hingga paruh tahun ini. Angka ini berasal dari pendapatan angkutan dan usaha lainnya yang mencapai Rp 16,83 triliun serta pendapatan konstruksi yang jauh lebih kecil, hanya sebesar Rp 8,3 miliar.
Meskipun ada peningkatan dalam pendapatan, beban pokok pendapatan justru mengalami kenaikan lebih signifikan. Angka ini naik dari Rp 10,5 triliun menjadi Rp 11,1 triliun, yang menunjukkan tantangan dalam mengendalikan biaya operasional perusahaan.
Pendapatan dan Beban Pokok KAI Pada Semester Pertama 2025
Pendapatan yang dihasilkan dari sektor angkutan dan usaha lainnya meningkat menjadi Rp 11,1 triliun, sementara beban konstruksi menurun dari Rp 135,6 miliar menjadi Rp 8,3 miliar. Hal ini menunjukkan penyesuaian dalam manajemen biaya yang dilakukan oleh perusahaan.
Akibat dari peningkatan beban pokok, laba kotor KAI turun menjadi Rp 5,7 triliun, di mana tahun lalu tercatat Rp 6,1 triliun. Penurunan ini memberikan gambaran jelas bahwa perusahaan perlu fokus lebih pada efisiensi dan pengurangan biaya untuk meningkatkan profitabilitas.
Setelah pengurangan beban usaha yang meningkat dari Rp 1,8 triliun menjadi Rp 2 triliun, laba usaha KAI tercatat menurun menjadi Rp 3,7 triliun. Penurunan ini dibandingkan dengan tahun 2024 yang masih mencetak angka lebih tinggi di Rp 4,2 triliun.
Kenaikan Laba dan Faktor Penyebabnya
Kenaikan laba bersih KAI juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk kerugian dari anak usaha yang mengelola kereta cepat dan transportasi terintegrasi. Meski kerugian terjadi, angka ini menunjukkan penurunan yang signifikan, yaitu sebesar 53,9% year-on-year.
PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia, yang bertanggung jawab atas pengembangan dan pengoperasian kereta cepat mencatatkan rugi sebesar Rp 1,62 triliun. Ini adalah indikasi bahwa perusahaan telah melakukan langkah-langkah untuk memperbaiki kinerja meski masih dalam posisi rugi.
Di sisi lain, PT Moda Integrasi Transportasi Jabodetabek juga menunjukkan perbaikan, dengan rugi yang turun menjadi Rp 2,9 miliar. Penurunan rugi ini menunjukkan bahwa di sektor transportasi terintegrasi, perusahaan mulai mendapatkan pijakan untuk meningkatkan efisiensi operasionalnya.
Performa Keuangan KAI dan Outlook ke Depan
Setelah memperhitungkan pajak dan kewajiban lainnya, laba KAI untuk paruh tahun ini meningkat menjadi Rp 1,18 triliun. Ini lebih baik dari tahun sebelumnya yang berada di angka Rp 1,10 triliun, menandakan potensi pemulihan dan pertumbuhan yang kuat di masa yang akan datang.
Total aset KAI juga menunjukkan tren positif, dengan mencapai Rp 102,4 triliun hingga semester pertama tahun ini. Ini merupakan pertumbuhan signifikan dibandingkan dengan akhir tahun 2024 yang mencatat aset sebesar Rp 97,09 triliun.
Pembenahan dalam aspek manajemen aset dan optimalisasi pendapatan diprediksi akan menjadi fokus utama dalam meningkatkan kinerja ke depan. KAI diharapkan mampu menghadapi tantangan dan memaksimalkan potensi yang ada baik dalam sektor angkutan maupun infrastrukturnya.