Jakarta – Sektor pariwisata di Amerika Serikat saat ini menghadapi tantangan yang cukup besar akibat turunnya jumlah pengunjung dari luar negeri. Hal ini dipicu oleh berbagai faktor, termasuk ketegangan dalam perdagangan dan kebijakan imigrasi yang semakin ketat. Penurunan minat wisatawan asing ini sangat berpengaruh terhadap pelaku industri yang bergantung pada kedatangan pengunjung dari luar negeri.
Salah satu contohnya dapat dilihat di kota kecil Anacortes, negara bagian Washington. Pemilik restoran setempat, Kaia Matheny, mengungkapkan bahwa pendapatan usahanya mengalami penurunan signifikan karena berkurangnya wisatawan dari Kanada. Biasanya saat musim panas, Anacortes dipenuhi oleh pengunjung asing, tetapi kali ini kondisi tersebut tidak terjadi. Dari data yang diperoleh, kedatangan warga Kanada melalui jalur udara dan darat mengalami penurunan masing-masing 14% dan 32% dibandingkan tahun lalu.
Dengan semakin mendekatnya musim liburan pada bulan Juni, Matheny merasa khawatir akan dampak jangka panjang dari penurunan ini. “Kami akan berjuang untuk bertahan,” ujarnya, menggambarkan situasi ini sebagai sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah usaha yang dia jalankan.
Pariwisata memang merupakan salah satu eksporter jasa terbesar bagi AS, dengan total pengeluaran turis asing diprediksi mencapai US$180 miliar pada tahun 2024. Namun, dalam laporan terbaru, terjadi penurunan 12% kunjungan internasional ke AS selama Maret 2025 dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal yang sama juga tercatat untuk zona Eropa Barat, Asia, dan Amerika Selatan, di mana tingkat kunjungan menurun dua digit. Kawasan-kawasan ini merupakan pasar penting yang selama ini menjadi pendukung industri pariwisata AS.
Pemantauan lebih lanjut menunjukkan bahwa tren negatif ini kemungkinan akan berlanjut selama musim panas 2025. Pemesanan tiket pesawat dari luar negeri untuk musim panas dikabarkan turun hingga 10% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, sementara untuk wisatawan dari Kanada, penurunan pemesanan mencapai lebih dari 30%. Ini menjadi sinyal yang mengkhawatirkan terkait dampak kebijakan dan ketegangan geopolitik terhadap minat para pelancong.
Sebut saja, Ryan Sweet dari Oxford Economics menyoroti bahwa penurunan ini adalah ancaman serius bagi sektor jasa pariwisata AS. Dapat diperkirakan bahwa jika tren ini terus berlanjut, AS akan mengalami kerugian hingga US$10 miliar pada 2025, bahkan bisa mencapai US$21 miliar menurut data dari asosiasi perjalanan di AS. Kondisi ini sangat memprihatinkan, mengingat banyak pelaku usaha yang sangat bergantung pada kehadiran wisatawan asing.
Di sisi lain, berbagai analisis juga menunjukkan bahwa penurunan kunjungan ini lebih berkaitan dengan kebijakan yang diambil di dalam negeri AS ketimbang faktor global. Sebagai contoh, kebijakan tarif yang diterapkan di era kepemimpinan Presiden sebelumnya telah menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya perang dagang. Tarif impor yang berlaku saat ini berada di level tertinggi sejak awal 1900-an.
Peringatan perjalanan yang dikeluarkan oleh negara-negara lain juga memperburuk keadaan. Alasannya mencakup memburuknya hubungan diplomatik dan pengawasan ketat di perbatasan. Bahkan, mantan Perdana Menteri Kanada, Justin Trudeau, menyerukan kepada warganya untuk berlibur di dalam negeri alih-alih ke AS, menunjukkan betapa parahnya persepsi negatif terhadap AS saat ini.
Data terbaru menyebutkan bahwa pencarian informasi perjalanan ke AS dari warga Kanada menurun sebesar 50% selama Maret dan April 2025 bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal ini tentu berkontribusi pada turunnya minat berkunjung ke Negeri Paman Sam.
Ketidakhadiran wisatawan asing ini juga berdampak luas pada bisnis kecil dan menengah yang terlibat dalam sektor pariwisata. Hasil survei menunjukkan bahwa hanya 32% perusahaan di sektor pariwisata yang mampu mencatatkan laba pada April 2025, turun signifikan dari 41% pada tahun lalu. Demikian juga, sektor akomodasi mengalami penurunan, di mana tingkat profitabilitas kini terjun menjadi 36% dibandingkan dengan 44% pada tahun sebelumnya.